Pages

Sebersih Apa Diri Kita ? (Renungan)

Oleh Anung Umar

Kamu mengira bila telah beriman selamatlah kehidupanmu dari berbagai bentuk cobaan dan ujian.

Kamu menyangka dengan sekedar menunaikan shalat lima waktu tak ada yang bisa menggoyahkan keimananmu.

Kamu merasa telah menjadi orang yang saleh, begitu bertakwa kepada Allah, tak memiliki catatan dosa, sehingga ketika dirimu ditimpa penyakit, hartamu lenyap, perniagaanmu merugi, kamu berkata, “Apa dosaku sampai ditimpa kesusahan seperti ini?“

Padahal siapa kamu? Sebersih apakah dirimu? Apakah kamu malaikat? Tak pernah tercemarkah tanganmu? Tak pernah ternodakah lisanmu?

Kalau kamu memang orang yang ‘bersih’, mari..marilah kemari. Ini Ayyub عليه السلام , Nabi yang saleh lagi bertakwa. Di satu fase kehidupannya, Allah عز وجل memberinya cobaan. Syaithan menguasai jasadnya. Ia tiupkan padanya penyakit, maka tersebarlah penyakit kulit yang menjijikkan di sekujur tubuhnya . Tergerogotilah sendi-sendi tulangnya dan melemahlah jasadnya. Setelah itu syaithan membakar seluruh hartanya dan meninggallah satu per satu anak-anaknya. Karena tak kuat lagi memikul derita yang kian berat, istri-istrinya pun satu per satu meninggalkannya, hingga hanya satu orang saja yang setia menemaninya…Sudahkah kamu menerima cobaan seperti yang beliau rasakan?


Kalau kamu memang orang yang berhati ‘suci’ tak ‘bernoda’, mari..marilah kemari. Ini Muhammad صلى الله عليه وسلم,kholilullah (kekasih Allah), seorang pemimpin para Nabi dan umat manusia yang paling bertakwa kepada Allah.

Ia pernah dilempar dengan kotoran unta ketika sujud. Dicekik lehernya dengan kain tatkala bermunajat kepada Rabbnya.

Ia keluar dari Thaif dengan langkah gontai, terusir, diejek anak-anak, dilempar batu hingga bercucuranlah darah dari pelipisnya membasahi kakinya..

Ia pemimpin orang-orang bertakwa yang merasakan bagaimana berhari-hari harus mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar.

Ia tidur di atas tikar usang sampai terlihat guratannya di perut dan punggungnya, sehingga membuat sosok Umar bin Khaththab رضي الله عنه yang terkenal keras dan tegas, terenyuh hatinya dan menetes air matanya. “Di sana Kaisar Romawi dan Kisra Persia bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai, sedangkan engkau utusan Allah dan pilihan-Nya,.. “ ujarnya sendu. (HR. Muslim no. 1479)

Lantas, sudahkah kamu merasakan seperti yang beliau rasakan?

Kalau kamu merasa bak pejuang yang banyak berkorban untuk din, mari..marilah kemari. Ini Ammar bin Yasir رضي الله عنهما, shahabat Nabi yang mulia, seorang pejuang dari keluarga pejuang islam nan gigih.

Ia diseret ke padang pasir, didera, dicambuk dan ditindih dengan batu besar di tengah hamparan cuaca bak neraka. Pernah suatu kali ia dipanggang dengan api sehingga mengelupaslah kulitnya, hilanglah kesadarannya.

Tak hanya ini. Kafir Quraisy pun menyakiti Ibunya tercinta. Mereka menyeretnya, merendahkannya dan menyiksanya. Sampai puncaknya, mereka menusuk kemaluannya dengan tombak hingga tembuslah ke anggota tubuh lainnya! Jadilah ia syahid pertama dalam sejarah islam..

Lalu ayahnya tercinta, setelah menerima kebengisan demi kebengisan serta siksaan yang sedemikian rupa, tak kuat lagi raganya menahan semua itu, akhirnya ia menyusul istrinya tercinta. Ia pun meregang nyawa di tengah kekejaman Quraisy yang kian memuncak.. Bertambahlah pilu Ammar..

Apakah kamu sudah merasakan apa yang ia rasakan?

Kalau kamu jadi ‘sengsara’ setelah mencurahkan harta dan tenaga untuk membela agamamu, mari..marilah kemari. Ini Mush’ab bin Umair رضي الله عنه, shahabat Nabi yang mulia, seorang pemuda tampan yang tumbuh dari keluarga kaya raya dan dimanja orang tua. Ketika ia masuk islam, murkalah ibunya, ia penjarakan anaknya lalu diusirlah ia.

Maka keluarlah Mush’ab meninggalkan kasih sayang orang yang selama ini membesarkannya…

Keluarlah ia meninggalkan kemewahan rumah yang selama ini menaunginya…

Keluarlah ia meninggalkan kenikmatan dunia yang selama ini dirasakannya….

Ketika Mush’ab Bin ‘Umair رضي الله عنه datang ke Madinah selepas hijrah dari Habasyah, berubahlah kondisinya. Ia bukan Mushab yang dulu lagi…

Dulu ia selalu memakai pakaian mewah yang mengundang decak kagum orang, tapi sekarang ia memakai pakaian yang usang dan penuh tambalan.

Dulu ia berambut indah menawan beroleskan minyak rambut, namun saat ini rambutnya kusut dan kusam, tidak beraturan.

Dulu kulitnya lembut dan halus, tapi kini menjadi tebal dan kasar…


Penampilannya yang berubah membuat sebagian para shahabat Nabi menundukkan kepala dan memejamkan mata. Tak kuasa mereka menahan air mata karena ibanya memandang Mush’ab. Ia harus merasakan cobaan yang demikian berat demi mempertahankan hidayah yang telah ia rasakan.

Dan wafatnya pun ditangisi..

Abdurrahman Bin Auf رضي الله عنه pernah disajikan makanan dan ketika itu ia sedang berpuasa (nafilah). “Mush’ab Bin ‘Umair terbunuh dalam perang uhud, ” katanya, “Padahal ia lebih baik dariku. Ia dikafani dengan sehelai kain burdah yang bila ditutup kepalanya, tampaklah kakinya dan bila ditutup kakinya, tampaklah kepalanya… ” tak sanggup lagi ia menahan kenangan itu, maka ia pun menangis tersedu-sedu dan meninggalkan makanan yang sudah dihidangkan untuknya. (HR. Bukhari no.1216)


Maka sesuci apakah hatimu dibandingkan mereka, saudaraku? Sebersih apakah dirimu sehingga merasa tak layak menerima cobaan?


Ujian Itu Pembuktian


Seandainya Allah tidak memberikan cobaan kepada seorang hamba karena keimanannya, lantas apa bedanya orang yang tulus beriman dengan yang sekedar pura-pura? Apa bedanya orang yang di atas kebenaran dengan para pengusung kebatilan? Sebab, sudah menjadi ketetapan Allah terhadap orang-orang beriman bahwa mereka, mau tak mau, akan menerima cobaan dan ujian.

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan begitu saja mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang jujur (dalam keimanan) dan mengetahui pula orang-orang yang dusta. “ (QS. Al-Ankabut: 3)


Ketahuilah saudaraku, cobaan dari-Nya itu bisa berupa kesenangan atau kesulitan, kelapangan atau kesempitan, kekayaan atau kemiskinan dan berbagai bentuk fitnah dan ujian. Maka beruntunglah orang yang menahan hatinya dari marah, menahan lisannya dari meradang dan menahan tangannya agar tetap dalam ketaatan kepada Allah عز وجل. Tidaklah ia mengadukan kesedihan dan kegundahannya itu melainkan hanya kepada Rabbnya.


Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin karena segala perkaranya itu baik. Dan tidaklah itu didapati kecuali dari seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika tertimpa kesulitan, ia bersabar, dan itu baik pula baginya.” (HR Muslim no. 2999)


“Besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum, pasti Dia akan menguji mereka. Maka siapa yang ridha terhadap ujian tersebut, baginya keridhaan-Nya dan siapa yang murka, baginya kemurkaan-Nya ”. (HR. Tirmidzi no. 2396)


“Tidaklah seorang mukmin ditimpa keletihan, sakit, kegundahan, kesedihan, rasa sakit dan tidak pula kepiluan sampai duri yang menusuknya melainkan Allah hapuskan dosa-dosanya dengan sebab itu semua. “(HR. Bukhari no. 5641 dan Muslim no. 2574)


Dan ketahuilah pula, seberapapun besar dan dahsyatnya cobaan yang kamu rasakan, itu sesuai dengan kadar kemampuan dan keimananmu.


“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ (QS. Al-Baqarah: 286)


Sa’d bin Abi Waqqash رضي الله عنه bertanya, “Wahai Rasulullah siapakah orang yang paling besar cobaannya? Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjawab, “Para Nabi lalu orang-orang saleh lalu yang setelahnya dan setelahnya dari keumuman manusia. Seorang hamba diberi cobaan sesuai kadar keimanannya. Bila imannya kuat, ditambahlah cobaan untuknya dan bila imannya lemah diringankanlah cobaannya. Maka tiada henti bala menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di muka bumi tanpa memiliki sedikitpun dosa. “ (HR. Tirmidzi no. 2398 dan Ibnu Majah no. 4023)


Maka, siapkah kamu menerima ujian? Maukah dirimu tunduk dan rida dengan cobaan?


Jakarta, 27 Sya’ban 1432/28 Juli 2011




SUMBER
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...