Berimannya Umar telah mendatangkan kelemahan dalam tubuh Quraisy, karena ia masuk agama ini dengan semangat yang sama seperti ketika ia menentangnya dahulu. Umar masuk Islam tidak sembunyi-sembunyi, malah terang-terangan diumumkan di depan orang banyak dan untuk itu ia bersedia melawan mereka.
Ia tidak mau kaum Muslimin sembunyi-sembunyi dan mengendap-endap di celah-celah pegunungan Makkah, untuk melakukan ibadah jauh dari gangguan Quraisy. Bahkan ia terus melawan Quraisy hingga Muslimin dapat melakukan ibadah dalam Ka'bah.
Quraisy lalu membuat rencana lagi mengatur langkah berikutnya. Setelah sepakat, mereka membuat perjanjian tertulis dengan persetujuan bersama, mengadakan pemboikotan total terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib: untuk tidak saling kawin-mengawinkan, tidak saling berjual-beli apa pun.
Piagam perjanjian ini kemudian digantungkan di dalam Ka'bah sebagai suatu pengukuhan dan registrasi bagi Ka'bah. Menurut perkiraan mereka, politik yang negatif—dengan membiarkan orang kelaparan dan melakukan pemboikotan—akan memberi hasil yang lebih efektif ketimbang politik kekerasan dan penyiksaan. Sekalipun kekerasan dan penyiksaan itu tidak mereka hentikan.
Blokade-blokade yang dilakukan Quraisy terhadap kaum Muslimin dan terhadap Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib sudah berjalan selama dua atau tiga tahun, dengan harapan Muhammad SAW akan ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri. Dengan demikian ia dan ajarannya tidak lagi berbahaya.
Namun ternyata, Nabi SAW sendiri malah makin teguh berpegang pada tuntunan Allah. Keluarganya dan mereka yang sudah beriman pun makin gigih mempertahankan agama Allah, menyebarkan seruan Islam sampai keluar perbatasan Makkah. Maka tersiarlah dakwah itu ke tengah-tengah masyarakat Arab dan kabilah-kabilah, sehingga membuat agama yang baru ini, yang tadinya hanya terkurung di tengah lingkaran gunung-gunung Makkah, kini gemanya berkumandang ke seluruh jazirah.
Orang-orang Quraisy semakin tekun memikirkan bagaimana caranya memerangi orang yang sudah melanggar adat kebiasaannya dan menista dewa-dewanya itu. Bagaimana caranya menghentikan tersiarnya ajaran Islam di kalangan kabilah-kabilah Arab.
Nabi Muhammad diancam, keluarga dan kerabatnya juga diancam. Beliau dan ajarannya dihina dan dinista, demikian pula dengan para pengikutnya. Sebagian pengikut yang lain bahkan disiksa dengan cara yang kelewat batas. Rasulullah dan para sahabat diancam dengan perang serta segala akibatnya yang mengerikan. Sungguhpun demikian, Nabi SAW tetap tabah. Dengan cara yang amat baik, beliau tetap mengajak orang-orang agar menerima kebenaran.
Tinggal satu senjata lagi yang mereka gunakan, yaitu propaganda. Propaganda melawan akidah dan ajaran Islam disertai tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Rasulullah. Propaganda yang tidak hanya terbatas pada Makkah saja, namun seluruh semenanjung jazirah serta semua penduduknya. Dengan propaganda semacam itu, Quraisy dapat memerangi Muhammad lagi dengan harapan akan lebih ampuh daripada gangguan dan siksaan yang dialami pengikut-pengikutnya.
Namun kuatnya kebenaran dalam bentuk yang jelas dan sederhana yang dilukiskan melalui ucapan Rasulullah, lebih tinggi dari yang mereka katakan. Hari demi hari, Islam makin tersebar di kalangan orang-orang Arab.
Tufail bin Amr Ad-Dausi adalah seorang bangsawan dan penyair kenamaan. Ketika tiba di Makkah, ia segera dihubungi oleh Quraisy dengan peringatan agar berhati-hati terhadap Muhammad dan kata-katanya yang memesonakan. Mereka khawatir jika peristiwa sebagaimana yang terjadi di Makkah akan menimpanya juga. Jadi sebaiknya jangan mengajak dan jangan mendengarkan Muhammad bicara.
Hari itu Tufail pergi ke Ka'bah. Kebetulan Nabi Muhammad juga sedang ada di sana. Ketika ia mendengarkan kata-kata Rasulullah, Tufail terpesona oleh kata-kata yang beliau ucapkan. "Biar aku mati, aku seorang cendekiawan, penyair," katanya dalam hati. "Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana pula yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu. Jika ternyata baik akan kuterima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Diikutinya Muhammad SAW sampai di rumah. Lalu dikatakannya apa yang terlintas dalam hatinya. Rasulullah menawarkan Islam kepadanya dan dibacakannya ayat-ayat Al-Qur'an. Thufail langsung menerima Islam dan dinyatakannya kebenaran itu dengan mengucapkan kalimat syahadat.
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal
Namun ternyata, Nabi SAW sendiri malah makin teguh berpegang pada tuntunan Allah. Keluarganya dan mereka yang sudah beriman pun makin gigih mempertahankan agama Allah, menyebarkan seruan Islam sampai keluar perbatasan Makkah. Maka tersiarlah dakwah itu ke tengah-tengah masyarakat Arab dan kabilah-kabilah, sehingga membuat agama yang baru ini, yang tadinya hanya terkurung di tengah lingkaran gunung-gunung Makkah, kini gemanya berkumandang ke seluruh jazirah.
Orang-orang Quraisy semakin tekun memikirkan bagaimana caranya memerangi orang yang sudah melanggar adat kebiasaannya dan menista dewa-dewanya itu. Bagaimana caranya menghentikan tersiarnya ajaran Islam di kalangan kabilah-kabilah Arab.
Nabi Muhammad diancam, keluarga dan kerabatnya juga diancam. Beliau dan ajarannya dihina dan dinista, demikian pula dengan para pengikutnya. Sebagian pengikut yang lain bahkan disiksa dengan cara yang kelewat batas. Rasulullah dan para sahabat diancam dengan perang serta segala akibatnya yang mengerikan. Sungguhpun demikian, Nabi SAW tetap tabah. Dengan cara yang amat baik, beliau tetap mengajak orang-orang agar menerima kebenaran.
Tinggal satu senjata lagi yang mereka gunakan, yaitu propaganda. Propaganda melawan akidah dan ajaran Islam disertai tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada Rasulullah. Propaganda yang tidak hanya terbatas pada Makkah saja, namun seluruh semenanjung jazirah serta semua penduduknya. Dengan propaganda semacam itu, Quraisy dapat memerangi Muhammad lagi dengan harapan akan lebih ampuh daripada gangguan dan siksaan yang dialami pengikut-pengikutnya.
Namun kuatnya kebenaran dalam bentuk yang jelas dan sederhana yang dilukiskan melalui ucapan Rasulullah, lebih tinggi dari yang mereka katakan. Hari demi hari, Islam makin tersebar di kalangan orang-orang Arab.
Tufail bin Amr Ad-Dausi adalah seorang bangsawan dan penyair kenamaan. Ketika tiba di Makkah, ia segera dihubungi oleh Quraisy dengan peringatan agar berhati-hati terhadap Muhammad dan kata-katanya yang memesonakan. Mereka khawatir jika peristiwa sebagaimana yang terjadi di Makkah akan menimpanya juga. Jadi sebaiknya jangan mengajak dan jangan mendengarkan Muhammad bicara.
Hari itu Tufail pergi ke Ka'bah. Kebetulan Nabi Muhammad juga sedang ada di sana. Ketika ia mendengarkan kata-kata Rasulullah, Tufail terpesona oleh kata-kata yang beliau ucapkan. "Biar aku mati, aku seorang cendekiawan, penyair," katanya dalam hati. "Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana pula yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu. Jika ternyata baik akan kuterima, kalau buruk akan kutinggalkan."
Diikutinya Muhammad SAW sampai di rumah. Lalu dikatakannya apa yang terlintas dalam hatinya. Rasulullah menawarkan Islam kepadanya dan dibacakannya ayat-ayat Al-Qur'an. Thufail langsung menerima Islam dan dinyatakannya kebenaran itu dengan mengucapkan kalimat syahadat.
Sumber: Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal