Dengan ketikan jemari di atas rangkaian papan keyboard dengan kilauan sinar layar ku awali curahan hati ini dengan membaca sebuah kalimat yang memiliki makna luar biasa yang tiada bandingnya. Rangkaian kata dari kalimat "Bismilahi rahmani rahim". Memulai sesuatu karena Allah. Setiap hembusan nafas, detakan jantung, denyutan nadi serta setiap kata yang keluar dari mulut hanyalah milikNya dan hanya kepadaNyalah kita berserah diri.
Teman,
Kesulitan hidup dan berbagai tantangan hidup yang mendera adalah salah satu hal yang paling tidak disukai umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Kehadirannya pun akan selalu ada selama kita bernafas dan menapakan kaki di dunia yang fana ini. Tidak sedikit orang yang mencari-cari tempat mengadu ketika masalah datang menerpa. Kepada siapakah kita akan mengadu?
Dalam postingan kali ini saya akan mencoba menceritakan sebuah cerita tentang seorang pemuda yang mencari-cari seseorang yang bisa menjadi sandarannya ketika masalah datang menerpa. Dengan membaca kalimat bismilahirahmanirahim kita awali saja ceritanya.
Suatu ketika hiduplah seorang pemuda di sebuah desa terpencil yang hidup serba pas-pasan. Pemuda itu mengeluhkan nasib kepada ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku, kenapa hidupku begitu susah? Kepada siapa saya harus mengadu?" kata pemuda itu. "Allah lah tempat mengadu segala masalah hidupmu" kata ayahnya. "kenapa aku harus mengadu kepada sesuatu yang berwujud" kata pemuda itu. Lantas ayah bijak itu memberi sebuah nasihat, "kalau begitu pergilah kamu ke ujung barat daya, disana akan kamu temui hutan nan hijau dimana akan ada seseorang yang selalu menjadi sandaran setiap masalah yang dimiliki orang lain. Tapi ingat tugasmu hanya melihat dan memantau saja, tidak boleh kau terlibat di dalamnya". kata ayah pemuda itu.
Lantas pemuda itu mengindahkan nasihat ayahnya dengan memulai perjalanannya ke ujung barat daya. Dengan menjabat tangan ayah dan meminta ijinnya, pemuda itu segera memulai mengayunkan langkahnya menuju tempat orang itu.
Setelah melewati berbagai bukit, sungai, dinginnya hujan serta panasnya terik matahari pemuda itu pun sampai ke sebuah hutan nan hijau. Disana ia mulai melakukan petualangannya mencari orang pintar itu.
Sesampainya di sebuah dusun tepatnya pada malam hari, pemuda secara tidak sengaja melewati rumah seorang warga yang sedang menangis tersedu merenungi nasib dan tekanan masalah hidup yang di deritanya. Tiba-tiba pemuda itu bergegas menuju pintu depan rumah untuk keluar. Rupanya ia ingin mencari seseorang yang bisa menyelsaikan masalah hidupnya. "Nah, ini yang kucari, pemuda itu pasti mencari orang itu, Aku akan mengikutinya" kata sang pemuda.
Setelah di buntuti dari belakang, benar saja orang itu menuju ke rumah orang bijak itu. Ia pun terus mengikutinya dan sempat ingin mengadukan nasibnya pula, namun ia teringat akan pesan ayah, "Tapi ingat tugasmu hanya melihat dan memantau saja, tidak boleh kau terlibat di dalamnya". Begitulah nasihat ayah.
Merasa penasaran, hari kemudian pada malam hari pemuda itu sempat masuk ke teras belakang rumah dan mendapati orang itu sedang menangis tersedu. Rupanya ada masalah dengan kondisi bisnisnya. Ia pun juga keluar rumah hendak menemui seseorang. Dengan penasaran sang pemuda itu terus membuntuti dari belakang.
Tibalah orang itu ke rumah seorang pengusaha mengadukan kondisi bisnisnya yang terus melemah. Berbicaralah panjang lebar orang itu ke salah satu pengusaha kaya. Dengan kata-kata yang keluar dari mulut pengusaha kaya seketika menyirep letegangan hidup yang di alami orang itu. "Rupanya inilah orang yang ku cari" kata pemuda itu.
Hari berikutnya giliran ia mencari-cari tahu bagaimana kehidupan pengusaha kaya itu. Karena konstruksi rumah pengusaha itu menjulang tinggi, namun tak mengecilkan nyalinya utnuk mencari tahu tentang pengusaha kaya itu. Dia pun naik ke atap rumah dan mengintipnya dari atas. Dalam keheningan malam terlihat wajah seorang pengusaha yang memelas sedih sepertinya ia memiliki masalah serius. Dia keluar dan menuju ke sebuah tempat sementara pemuda itu terus mengikutinya dari belakang.
Tibalah pengusaha itu ke sebuah istana megah tempat singgasana seorang raja. "Oh iya kenapa tidak kepikiran ya. Raja itu kan yang menguasai dan menentukan hidup mati seseorang" sambil menepukan tangan ke dahinya. Aku harus datang ke istana raja.
“Pengawal,” demikian sang raja memanggil para punggawa. “Siapkan kereta kuda, aku mau pergi.” Titahnya. Sungguh beruntung pemuda itu, karena dia terpilih untuk ikut dalam rombongan para pajurit yang mengawal sang raja.
Setelah menempuh pejalanan jauh. Sampailah mereka di sebuah rumah ditengah hutan terpencil. Lalu sang raja memerintahkan mereka untuk menunggu diluar. Semua prajurit menunggu dengan patuh. Sedangkan sang pemuda merasa heran bukan kepalang, lalu dia mengintip pertemuan mereka. Hari itu, dia menyaksikan Sang Raja menangis dengan suara yang sedemikian mirisnya sehingga bisa membuat hati siapapun yang mendengarnya seperti teriris-iris. Begitu banyak yang dikeluhkan sang raja sehingga semua prajurit pada ketiduran. Sementara itu, sang pemuda sibuk memikirkan apa yang telah dilihatnya selama ini.
Beginilah kesimpulannya, seseorang mengadu ke orang bijak, orang bijak mengadu ke seorang pengusaha, pengusaha mengadu ke raja. dan raja? Mengadu ke orang bijak. Sekarang dia menyadari bahwa jika hanya mengadu kepada sesama manusia, dia akan kecewa. Bukan karena mereka tidak mau menolong. Bukan pula karena pamrihnya. Tetapi karena, mereka pun manusia yang tidak luput dari masalah seperti dirinya.
Pemuda itu juga menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa; semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin berat keluh kesahnya. Dan semakin besar bobot tanggungjawab yang dipikulnya. Sekarang, dia bisa memahami pesan ayahnya. Allah-lah tempat mengadu yang terbaik itu. Dia tidak lagi mempermasalahkan jika tidak dapat melihatNya. Justru tidak terlihatnya Tuhan menunjukkan bahwa tak ada seorang pun atau sesuatu pun yang bisa menjangkau ketinggian dan keagunganNya.
Semoga bermanfaat.
Salam sukses.
Teman,
Kesulitan hidup dan berbagai tantangan hidup yang mendera adalah salah satu hal yang paling tidak disukai umat manusia yang mendiami planet bumi ini. Kehadirannya pun akan selalu ada selama kita bernafas dan menapakan kaki di dunia yang fana ini. Tidak sedikit orang yang mencari-cari tempat mengadu ketika masalah datang menerpa. Kepada siapakah kita akan mengadu?
Dalam postingan kali ini saya akan mencoba menceritakan sebuah cerita tentang seorang pemuda yang mencari-cari seseorang yang bisa menjadi sandarannya ketika masalah datang menerpa. Dengan membaca kalimat bismilahirahmanirahim kita awali saja ceritanya.
Suatu ketika hiduplah seorang pemuda di sebuah desa terpencil yang hidup serba pas-pasan. Pemuda itu mengeluhkan nasib kepada ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku, kenapa hidupku begitu susah? Kepada siapa saya harus mengadu?" kata pemuda itu. "Allah lah tempat mengadu segala masalah hidupmu" kata ayahnya. "kenapa aku harus mengadu kepada sesuatu yang berwujud" kata pemuda itu. Lantas ayah bijak itu memberi sebuah nasihat, "kalau begitu pergilah kamu ke ujung barat daya, disana akan kamu temui hutan nan hijau dimana akan ada seseorang yang selalu menjadi sandaran setiap masalah yang dimiliki orang lain. Tapi ingat tugasmu hanya melihat dan memantau saja, tidak boleh kau terlibat di dalamnya". kata ayah pemuda itu.
Lantas pemuda itu mengindahkan nasihat ayahnya dengan memulai perjalanannya ke ujung barat daya. Dengan menjabat tangan ayah dan meminta ijinnya, pemuda itu segera memulai mengayunkan langkahnya menuju tempat orang itu.
Setelah melewati berbagai bukit, sungai, dinginnya hujan serta panasnya terik matahari pemuda itu pun sampai ke sebuah hutan nan hijau. Disana ia mulai melakukan petualangannya mencari orang pintar itu.
Sesampainya di sebuah dusun tepatnya pada malam hari, pemuda secara tidak sengaja melewati rumah seorang warga yang sedang menangis tersedu merenungi nasib dan tekanan masalah hidup yang di deritanya. Tiba-tiba pemuda itu bergegas menuju pintu depan rumah untuk keluar. Rupanya ia ingin mencari seseorang yang bisa menyelsaikan masalah hidupnya. "Nah, ini yang kucari, pemuda itu pasti mencari orang itu, Aku akan mengikutinya" kata sang pemuda.
Setelah di buntuti dari belakang, benar saja orang itu menuju ke rumah orang bijak itu. Ia pun terus mengikutinya dan sempat ingin mengadukan nasibnya pula, namun ia teringat akan pesan ayah, "Tapi ingat tugasmu hanya melihat dan memantau saja, tidak boleh kau terlibat di dalamnya". Begitulah nasihat ayah.
Merasa penasaran, hari kemudian pada malam hari pemuda itu sempat masuk ke teras belakang rumah dan mendapati orang itu sedang menangis tersedu. Rupanya ada masalah dengan kondisi bisnisnya. Ia pun juga keluar rumah hendak menemui seseorang. Dengan penasaran sang pemuda itu terus membuntuti dari belakang.
Tibalah orang itu ke rumah seorang pengusaha mengadukan kondisi bisnisnya yang terus melemah. Berbicaralah panjang lebar orang itu ke salah satu pengusaha kaya. Dengan kata-kata yang keluar dari mulut pengusaha kaya seketika menyirep letegangan hidup yang di alami orang itu. "Rupanya inilah orang yang ku cari" kata pemuda itu.
Hari berikutnya giliran ia mencari-cari tahu bagaimana kehidupan pengusaha kaya itu. Karena konstruksi rumah pengusaha itu menjulang tinggi, namun tak mengecilkan nyalinya utnuk mencari tahu tentang pengusaha kaya itu. Dia pun naik ke atap rumah dan mengintipnya dari atas. Dalam keheningan malam terlihat wajah seorang pengusaha yang memelas sedih sepertinya ia memiliki masalah serius. Dia keluar dan menuju ke sebuah tempat sementara pemuda itu terus mengikutinya dari belakang.
Tibalah pengusaha itu ke sebuah istana megah tempat singgasana seorang raja. "Oh iya kenapa tidak kepikiran ya. Raja itu kan yang menguasai dan menentukan hidup mati seseorang" sambil menepukan tangan ke dahinya. Aku harus datang ke istana raja.
“Pengawal,” demikian sang raja memanggil para punggawa. “Siapkan kereta kuda, aku mau pergi.” Titahnya. Sungguh beruntung pemuda itu, karena dia terpilih untuk ikut dalam rombongan para pajurit yang mengawal sang raja.
Setelah menempuh pejalanan jauh. Sampailah mereka di sebuah rumah ditengah hutan terpencil. Lalu sang raja memerintahkan mereka untuk menunggu diluar. Semua prajurit menunggu dengan patuh. Sedangkan sang pemuda merasa heran bukan kepalang, lalu dia mengintip pertemuan mereka. Hari itu, dia menyaksikan Sang Raja menangis dengan suara yang sedemikian mirisnya sehingga bisa membuat hati siapapun yang mendengarnya seperti teriris-iris. Begitu banyak yang dikeluhkan sang raja sehingga semua prajurit pada ketiduran. Sementara itu, sang pemuda sibuk memikirkan apa yang telah dilihatnya selama ini.
Beginilah kesimpulannya, seseorang mengadu ke orang bijak, orang bijak mengadu ke seorang pengusaha, pengusaha mengadu ke raja. dan raja? Mengadu ke orang bijak. Sekarang dia menyadari bahwa jika hanya mengadu kepada sesama manusia, dia akan kecewa. Bukan karena mereka tidak mau menolong. Bukan pula karena pamrihnya. Tetapi karena, mereka pun manusia yang tidak luput dari masalah seperti dirinya.
Pemuda itu juga menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa; semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin berat keluh kesahnya. Dan semakin besar bobot tanggungjawab yang dipikulnya. Sekarang, dia bisa memahami pesan ayahnya. Allah-lah tempat mengadu yang terbaik itu. Dia tidak lagi mempermasalahkan jika tidak dapat melihatNya. Justru tidak terlihatnya Tuhan menunjukkan bahwa tak ada seorang pun atau sesuatu pun yang bisa menjangkau ketinggian dan keagunganNya.
Semoga bermanfaat.
Salam sukses.