MUNTAH TERUS
Hampir setiap bayi pernah muntah dan bisa terjadi di usia berapa saja. Muntah seperti apa yang harus diwaspadai?
Para ibu, apakah Anda masih memakaikan gurita pada si kecil? Bila ya, sebaiknya segeralah hentikan. Sebab, seperti dituturkan dr. Kishore R.J., SpA dari RSIA Hermina Podomoro, pemakaian gurita dapat menyebabkan bayi muntah.
Lo, apa hubungannya? "Pemakaian gurita membuat lambung si bayi tertekan. Bila dalam keadaan seperti itu si bayi dipaksakan minum, maka cairannya akan tertekan. Muntahlah dia," jelas Kishore.
Hal lain yang paling sering bikin bayi muntah ialah posisi menyusui. Sering ibu menyusui sambil tiduran dengan posisi miring sementara si bayi tidur telentang. Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran pencernaan, tapi ke saluran nafas. Bayi pun muntah. Karena itu, Kishore mengingatkan, "Kalau menyusui, posisi bayi dimiringkan. Kepalanya lebih tinggi dari kaki sehingga membentuk sudut 45 derajat. Jadi cairan yang masuk bisa turun ke bawah."
Untuk bayi yang menyusu dari botol, pemakaian bentuk dot juga berpengaruh pada muntah. Jika si bayi suka dot besar lalu diberi dot kecil, ia akan malas mengisap karena lama. Akibatnya susu tetap keluar dari dot dan memenuhi mulut si bayi. Hal ini bisa membuat bayi tersedak yang lalu muntah. Sebaliknya bayi yang suka dot kecil diberi dot besar akan refleks muntah karena ada benda asing.
GUMOH
Muntah yang sering terjadi dan biasa dialami pada bayi ialah muntah yang disebut gumoh. Hal ini disebabkan fungsi pencernaan bayi dengan peristaltik (gelombang kontraksi pada dinding lambung dan usus) untuk makanan dapat masuk dari saluran pencernaan ke usus, masih belum sempurna. Itu sebabnya ada makanan yang masih tetap di lambung, tidak keluar-keluar karena peristaltiknya tidak bagus. Akibatnya, terjadilah muntah atau gumoh.
Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang setelah diberi makan. "Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang paling rendah. Nah, bila ada makanan yang masuk ke oserfagus atau saluran sebelum ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi muntah," terang Kishore.
Lambung yang penuh juga bisa bikin bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya si bayi muntah. "Lambung bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc. Nah, si ibu harus tahu kapasitas bayinya. Jangan karena bayi tetangganya minum 150 cc lantas si ibu memaksakan bayinya juga harus minum 150 cc, padahal kapasitasnya cuma 120. Jelas si bayi muntah."
BISA MASUK PARU-PARU
Muntah pada bayi bukan cuma keluar dari mulut, tapi juga bisa dari hidung. Tapi tak usah cemas. Hal ini terjadi karena mulut, hidung, dan tenggorokan punya saluran yang berhubungan. Pada saat muntah, ada sebagian yang keluar dari mulut dan sebagian lagi dari hidung. Mungkin karena muntahnya banyak dan tak semuanya bisa keluar dari mulut, maka cairan itu mencari jalan keluar lewat hidung.
Yang perlu dikhawatirkan, seperti dituturkan Kishore, bila si bayi tersedak dan muntahnya masuk ke saluran pernafasan alias paru-paru. "Nah, itu yang bahaya," tukasnya. Lebih bahaya lagi jika si bayi tersedak susu yang sudah masuk ke lambung karena sudah mengandung asam dan akan merusak paru-paru. Jika ini yang terjadi, tak ada pilihan lain kecuali membawanya ke dokter.
Untuk mencegah kemungkinan tersedak, Kishore menganjurkan agar setiap kali bayi muntah selalu dimiringkan badannya. Akan lebih baik jika sebelum si bayi muntah (saat menunjukkan tanda-tanda akan muntah) segera dimiringkan atau ditengkurapkan atau diberdirikan sambil ditepuk-tepuk punggungnya.
Adakalanya ibu yang kasihan melihat bayinya muntah lalu diberi minum lagi. Menurut Kishore, boleh-boleh saja, "Asal proses muntahnya sudah dibersihkan sehingga tak ada lagi sisa muntah. Kalau muntahnya masih ada terus diberi minum lagi, si bayi bisa kelepekan sehingga masuk ke saluran nafas."
Soal sampai kapan si bayi berhenti muntah dalam arti gumoh, menurut lulusan FK Universitas Airlangga Surabaya yang mengambil spesialisasinya di FKUI ini, tak sama pada setiap bayi. Tapi pada umumnya, setelah si bayi mulai bisa duduk dan berdiri, biasanya frekuensi muntahnya berkurang banyak karena cairan turun ke bawah menjadi lebih gampang.
Julie/Dedeh Kurniasih.Foto:Rohedi(nakita)
Muntah Yang Harus Diwaspadai
Ada beberapa bentuk muntah pada bayi yang harus diwaspadai para ibu, yakni:
* Muntah sehabis diberi makan atau disusui bila muntahnya berwarna hijau tua.
Hal ini menunjukkan ada kelainan pada saluran pencernaan si bayi, yakni ada sumbatan di bawah usus halus. Warna hijau tua pada muntah merupakan cairan dari empedu yang keluar. Kadang kalau ada sumbatan, meskipun si bayi tidak makan, ia bisa muntah karena cairan empedu keluar dan enzim-enzim lain tak bisa lewat.
Ada dua macam sumbatan, yang penuh dan parsial (sebagian). Sumbatannya bisa di mana saja. Bisa di antara oserfagus dan lambung atau antara lambung dan usus. Karena ada sumbatan yang parsial, kadang kelainan ini tak bisa diketahui secara pasti penyebabnya sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Misalnya dengan rontgen atau USG dicari penyebabnya lalu dihilangkan. Bila perlu dilakukan operasi jika sumbatannya akibat tumor atau kelainan bawaan. Tapi kasus seperti ini jarang terjadi.
* Bentuk muntahannya menyemprot seperti air mancur.
Makan atau tidak makan, si bayi mengelurkan muntah yang menyemprot seperti air mancur. Ini harus segera diperiksakan ke dokter. Karena muntah yang demikian menunjukkan ada kelainan pada susunan saraf pusat di otak si bayi. Biasanya terjadi jika si bayi habis terjatuh.
* Muntah karena keracunan.
Anda mungkin bingung. Bayi, kok, bisa keracunan makanan? "Memang seharusnya tidak boleh terjadi keracunan makanan pada bayi mengingat bayi hanya makan makanan rumah. Tapi hal itu bisa saja terjadi," tutur Kishore. Misalnya, pengasuh tak mencuci tangannya dengan bersih sebelum membuatkan makanan bayi. Atau botol susunya tidak disterilkan. Hal ini selain menyebabkan keracunan, juga bisa membuat infeksi pada saluran pencernaan.
Gejala awal keracunan adalah muntah-muntah yang lalu diikuti diare. Tapi kalau infeksi pada saluran pencernaan, diare lebih dulu yang terjadi. Baru setelah itu ada gangguan keseimbangan elektrolit yang menyebabkan muntah. Bentuk muntahnya sama, berupa cairan. Bayi harus diberi banyak cairan setiap kali habis muntah dan diare. Cairan apa saja. Entah itu air tajin, larutan gula garam, teh manis pakai gula, maupun jus buah (asal jangan yang asam).
Dibanding diare, menurut Kishore, muntah lebih berbahaya. Karena muntah berarti tak ada cairan yang masuk, yang bisa menyebabkan kekurangan cairan atau dehidrasi. Tapi kalau diare dan si bayi masih mau minum, tak masalah sebetulnya, selama yang diminum dan dikeluarkan proporsinya sama.
Bayi yang mengalami dehidrasi dapat dilihat dari mulutnya yang mengering, mata cekung, hampir tak ada air mata, bila ditekan kulitnya tak kembali ke bentuk semula (tidak elastis sebagaimana kulit normal). "Mungkin kalau bayi lebih gampang terlihat dari berat badannya. Kalau turun berarti ada tanda-tanda dehidrasi," tutur Kishore. Jika berat badan si bayi turun lebih besar atau sama dengan 5-10 persen dari berat badannya, maka si bayi harus diinfus.
* Muntah darah.
Ada kemungkinan bayi muntah disertai darah. Jika hanya berupa bercak, berarti ada streching (luka di tenggorokan) akibat muntah. Jika muntahnya berwarna merah dan byor-byoran, bisa dicurigai ada pembuluh darah yang pecah. Jika darahnya berwarna hitam, berarti ada darah di lambung. "Kadang si bayi mimisan dan darahnya tertelan sampai ke lambung. Hal ini menimbulkan rasa tak enak, sehingga si bayi refleks untuk muntah," terang Kishore.
Pemeriksaan ke dokter dilakukan tergantung pada jenis dan banyaknya darah. Pendarahan yang banyak sangat berbahaya karena menurunkan kadar hemoglobin sehingga bayi kekurangan cairan dalam pembuluh darah.
Dedeh
Membersihkan Muntah
Langsung bersihkan bekas muntah dengan lap basah atau kering agar tak sempat berkontak terlalu lama dengan kulit si bayi. Kalau tidak, kulit akan memerah atau terjadi iritasi, yang berarti harus dilakukan pengobatan khusus.
Untuk membersihkan bekas muntah pada perabot atau lantai maupun pakaian yang terkena muntah, gunakan campuran air dan soda kue. Selain dapat menghilangkan noda yang menetap, juga akan menghilangkan baunya.
Dedeh
Mencegah Muntah
Masih ada beberapa hal lagi yang perlu diperhatikan para ibu untuk mencegah kemungkinan bayi muntah, yakni:
* Jangan memberi minum susu selagi bayi menangis. Berhentilah menyusui untuk menenangkannya.
* Tegakkan bayi setegak mungkin selama dan beberapa waktu setelah minum susu.
* Pastikan dot botol tak terlalu besar atau terlalu kecil, dan botol dimiringkan sedemikian rupa sehingga susu, bukan udara, yang memenuhi bagian dotnya.
* Jangan mengangkat-angkat si bayi selama atau sesudah ia minum. Jika mungkin letakkan dan ikat sebentar si bayi pada kursi bayi atau kereta dorongnya.
* Jangan lupa membuat bayi bersendawa.
Dedeh
Albert Cahyadi
6/2/2007 8:22:00 AM
Halo,
Bayi di bawah usia 1 tahun wajar kok kalo maih gumoh, so jangan khawatir bu. My twins juga begitu, sering gumoh. Yg penting setelah minum susu, disendawakan dulu dan kalau ditidurkan jgn dalam posisi terlentang, posisinya miring saja. Terlampir artikel terkait.
Salam,
Albert
Aneka masalah gangguan pencernaan
Yang paling umum terjadi pada balita adalah diare dengan aneka penyebab. Pada bayi, terutama karena saluran cernanya belum matang, sedangkan pada balita kebanyakan karena salah makan. Berikut beberapa masalah gangguan pencernaan seperti dijelaskan Dr. Eva J. Soelaeman, Sp.A dari RSAB Harapan Kita, Jakarta.
GUMOH Normal terjadi pada bayi karena berkaitan dengan fungsi pencernaannya yang masih belum sempurna. Juga karena kapasitas lambungnya masih terbatas dan otot polos saluran cernanya masih lemah. Tak heran kala ia tengah bersemangat minum, lambung tak dapat menampung aliran susu yang masuk, yang bisa menyebabkan gumoh. Gumoh bisa juga keluar dari hidung. Tapi tak perlu cemas, seperti diketahui, mulut, hidung, dan tenggorokan memiliki saluran yang berhubungan. Jadi, mungkin karena gumohnya banyak dan tak semuanya bisa keluar dari mulut, maka cairan itu mencari jalan keluar lewat hidung.
Cara Mengatasi: Sendawakan bayi setiap habis menyusu. Hindari juga posisi telentang setelah bayi disusui karena cairan yang masuk ke tubuh bayi akan mencari posisi yang paling rendah. Nah, bila ada susu dalam lambung, akan ada refleks yang bisa menyebabkan bayi muntah. Yang perlu dikhawatirkan bila bayi tersedak dan muntahnya masuk ke saluran pernapasan alias paru-paru. Tentu saja ini berbahaya. Terlebih bila si bayi tersedak susu yang sudah masuk ke lambung karena sudah mengandung asam dan akan merusak paru-paru. Jika ini yang terjadi, tak ada pilihan lain kecuali membawanya ke dokter.
MUNTAH Muntah karena refluks juga sering terjadi pada anak di bawah satu tahun. Yang normal, frekuensinya hanya 1-2 kali sehari. Penyebabnya lagi-lagi karena saluran pencernaan yang masih belum sempurna. Tepatnya, pada daerah antara tenggorokan dengan lambung terdapat suatu “klep” yang menyerupai pentil ban. Di sini udara bisa masuk tapi tak bisa keluar lagi. Nah, seharusnya makanan yang sudah masuk ke lambung juga tidak boleh kembali lagi ke atas/tenggorokan. Namun karena “klep” bayi belum sempurna, kondisinya masih longgar. Alhasil, makanan yang sudah masuk lambung dan sudah tercampur asam lambung, sering kembali lagi ke tenggorokan. Karena terlalu sering maka akan melukai tenggorokan bayi. Biasanya keadaan ini akan membaik setelah masa bayi lewat. Namun pada sebagian anak ada yang tetap mengalami gangguan refluks hingga besar.
Cara mengatasi: Ubah cara makan anak. Ketimbang sekali makan dengan porsi banyak, lebih baik makan dikentalkan dengan posisi setengah duduk. Bila anak muntah, hentikan makan. Tunggu beberapa saat sampai ia bisa menerima makanan kembali. Namun bila bayi terlalu sering muntah, gelisah, dan sulit tidur, sebaiknya segera bawa ke dokter. Begitu juga pada anak balita yang setiap habis makan selalu merasa mual-mual atau muntah. Dokter biasanya akan memberi obat tambahan untuk memperkuat “klepnya” tadi.
DIARE Selain infeksi virus, salah satu penyebab diare pada bayi adalah penggunaan susu formula. Bila dilihat dari segi pencernaan, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi karena ASI mengandung zat lengkap termasuk enzim laktase yang berguna untuk mencernakan laktosa. Perlu diketahui, jika tubuh kekurangan enzim laktase akan memunculkan gejala-gejala kembung atau mencret setelah minum susu. Nah, komposisi susu formula walau telah diolah secanggih mungkin, tetap tidak akan bisa menyamai ASI. Sedangkan penyebab diare pada balita lebih beragam. Bisa karena infeksi bakteri, virus, dan amuba. Bisa jadi juga akibat salah mengonsumsi makanan. Protein susu sapi merupakan bahan makanan terbanyak penyebab diare. Makanan lain penyebab timbulnya alergi ialah ikan, telur, dan bahan pewarna atau pengawet.
Cara Mengatasi: Ketika diare, jaga jangan sampai terjadi dehidrasi. Usahakan si kecil tetap minum (ASI, susu formula, atau cairan lain). Pada anak yang sudah lebih besar, berikan larutan oralit. Biasanya balita perlu sekitar 3 bungkus oralit yang masing-masing dicampur ke dalam 200 cc air. Jangan berikan sekaligus, tapi sedikit demi sedikit sampai habis. Hindari memberi makanan yang merangsang timbulnya sakit perut. Untuk sementara, beri makanan lembek agar mudah dicerna.
MAG Biasanya dokter lebih memilih istilah dispepsia untuk gejala-gejala seperti perut kembung dan agak perih yang terjadi pada anak-anak. Namun orang awam sering mengasosiasikan gejala tersebut sebagai mag. Padahal, mag pada anak-anak tidak sama dengan yang terjadi pada orang dewasa. Perbedaannya, mag pada orang dewasa biasanya bisa sampai mengakibatkan luka lambung. Sedangkan pada anak jarang terjadi, paling hanya iritasi lambung. Penyebab iritasi umumnya karena anak mengonsumsi makanan yang sebenarnya belum dapat diterima lambung, semisal makanan pedas. Tidak semua anak tahan dengan makanan pedas. Bahkan selain bikin perut perih, makanan pedas bisa berakibat lebih parah, yakni muntah-muntah dan BAB berdarah.
Cara Mengatasi: Sebaiknya bila ada gejala-gejala dispepsia, anak harus diperiksa dan diobati lebih lanjut. Untuk sementara, hindari makanan yang asam berminyak, pedas, dan juga minuman seperti soft drink. Jika perutnya sakit, berikan makanan lunak.
sumber:http://www.parenting.co.id/archive/web/forum/forum_detail.asp?catid=&id=1&topicid=5857